MUSIM PENGHUJAN, PERHATIKAN LAGI 'FOUR SECONDS RULE'
Mengacu pada Smart Driving Behavior Development (SDBD) yang dirancang Smart Driving Institute (SDI), datangnya musim hujan harus disikapi dari dua sisi. Yakni, sisi kesiapan manusia sebagai pengemudi dan sisi persiapan kendaraan yang digunakan.
Pada bagian ini, kita akan membahas dari sisi manusia. Sebagai pengemudi, penting untuk dilakukan penyesuaian perilaku. Sebagai contoh, kebiasaan membuntuti kendaraan lain dengan jarak yang rapat harus segera ditinggalkan. Aturan jarak minimal 4 detik atau four seconds rule untuk pemakaian kendaraan ukuran kecil (light vehicle) misalnya, sebisa mungkin diubah menjadi jarak 5 detik atau bahkan 6 detik.
Perhitungan jarak 4 detik sendiri, diperoleh sebagai akumulasi dari adanya berbagai reaksi yang terjadi dalam situasi seorang pengemudi ketika mencoba memberhentikan kendaraannya. Bila kendaraan di depan melakukan pengereman atau berhenti secara mendadak, selang waktu 4 detik akan cukup memberikan ruang dan waktu bagi pengemudi di belakang.
Perhitungannya, reaksi pengemudi normal dalam menghadapi situasi biasanya membutuhkan waktu 0.8 detik. Lalu setelah si pengemudi bereaksi menekan pedal rem, juga akan diikuti oleh reaksi mekanis dari sistem rem itu sendiri yang umumnya butuh waktu 0.4 - 0.6 detik, tergantung sistem dan teknologi rem yang digunakan.
Bila digabung, kita bisa asumsikan ada sekitar 1.5 detik waktu yang sudah terpakai. Waktu yang tersisa sekitar 2.5 detik atau bahkan lebih dari itu, dialokasikan untuk reaksi fisik. Pertanyaannya, mengapa reaksi fisik ini memerlukan waktu yang lebih panjang. Alasan paling utama, karena reaksi fisik hampir tidak pernah bisa diprediksi. Reaksi fisik ini, dipengaruhi oleh sangat banyak variabel.
Setelah komponen rem bekerja memperlambat atau menghentikan putaran roda, sebuah mobil tidak serta merta berhenti. Pergesekan tapakan ban dengan permukaan jalan hingga mobil berhenti, tidak pernah bisa diperhitungkan jaraknya dengan pasti. Berarti pula, jarak yang tidak bisa diprediksi ini berkorelasi dengan penggunaan waktu.
Jarak yang ditempuh sebuah mobil sebelum berhenti, sangat tergantung dengan kondisi tapakan ban. Apakah kembangan ban yang digunakan memiliki traksi yang baik atau buruk, memiliki tekanan angin yang cukup, kurang atau malah berlebih? Jarak berhenti (stopping distance) juga dipengaruhi oleh bobot atau beban mobil, kontur jalan, dan seterusnya. Kondisi ini, tentu makin parah di musim hujan karena permukaan jalan cenderung lebih licin.
Hal lain yang perlu diperhatikan, yakni tingkatkan aktivitas komunikasi dengan pengemudi lain. Di saat turun hujan, jarak dan bidang pandang pengemudi menjadi sangat terbatas. Tak heran, bila kecelakaan menjadi lebih sering terjadi akibat seorang pengemudi gagal mengantisipasi atau tidak bisa memantau sepenuhnya pergerakan kendaraan lain di sekelilingnya.
Karena itu, di saat mengemudi di waktu hujan turun, diperlukan kewaspadaan ekstra. Nyalakan lampu utama kendaraan seiring menipisnya jarak pandang. Bahkan Anda dibolehkan menghidupkan fog lamp atau lampu kabut depan dan belakang untuk memudahkan pengemudi lain memantau posisi Anda.
Upaya untuk mendahului kendaraan lain, juga sebaiknya dilakukan dengan cara hati-hati, didukung prosedur yang benar. Lakukan komunikasi yang intensif. Misalnya dengan menggunakan kedipan lampu atau bahkan dengan isyarat bunyi (klakson).
Setelah yakin pengemudi yang akan didahului bisa melihat keberadaan atau manuver Anda dari belakang, proses mendahului (overtaking) boleh dilakukan. Tentu saja, bila Anda sendiri sudah bisa memastikan tersedia ruang yang aman untuk melakukan proses ini.
- SUMBER -